HAFIDH ASROM KUNJUNGI DP3AP2 DIY BAHAS PENANGANAN DAN PERLINDUNGAN KEKERASAN BERBASIS GENDER (KBG) TERHADAP PEREMPUAN

29 Juli 2024 oleh diy

Sejak 2014 Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mencatat tren kenaikan Kekerasan Berbasis Gender (KBG) terhadap perempuan. Pada tahun 2023 tercatat sebanyak 3.303 aduan/laporan terkait KBG terhadap perempuan. Sementara data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) secara nasional di tahun 2024 mencatat ada 11.829 kasus kekerasan dan sekitar 50%-nya (5.474 kasus) merupakan kekerasan seksual. Jumlah kasus tersebut didominasi oleh korban perempuan sebanyak 10.287 orang, dan sisanya korban laki-laki.

Demikian disampaikan oleh Anggota Komite III DPD RI Dapil DIY Drs. H.A. Hafidh Asrom, M.M. pada kunjungan kerja ke Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta (DP3AP2 DIY) dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang berkaitan dengan penanganan dan perlindungan KBG terhadap perempuan, Senin (29/7).

“Semakin luasnya jangkauan internet dan perkembangan teknologi informasi, termasuk populernya penggunaan media sosial, telah menghadirkan bentuk baru kekerasan berbasis gender yakni Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), KBGO bisa menyerang siapa saja, bahkan yang terdidik sekalipun”, tambahnya.

Kedatangan rombongan DPD RI DIY diterima oleh Sekretaris DP3AP2 DIY Tisna Sari Atmikawati beserta jajaran di R. Nyi Ageng Serang I Lantai 2 Kantor DP3AP2 DIY. Turut hadir pada kegiatan tersebut, antara lain Konselor Hukum Rifka Annisa Women’s Crisis Center, perwakilan dari Balai Perlindungan Perempuan dan Anak (BPPA) DIY, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polda DIY, serta Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan (P2TPAKK) Rekso Dyah Utami.

Memaparkan data jumlah kasus kekerasan pada perempuan dan anak di DIY, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas DP3AP2 DIY Hera Aprilia S.Kom., M.Eng menyampaikan bahwa perbandingan data Tahun 2022 dan 2023 menunjukkan tren penurunan kasus kekerasan pada perempuan dan anak, namun kasus kekerasan terhadap anak justru menunjukkan kenaikan.

“Jika dibandingkan data di tahun 2022 dengan 2023, terdapat penurunan kasus kekerasan pada perempuan dan anak dari 1.282 kasus menjadi 1.187 kasus. Namun untuk kasus kekerasan terhadap anak justru cenderung naik dari 347 menjadi 414 kasus’” ungkap Hera.

Lebih lanjut, dari data kekerasan tahun 2024 (Januari-Juni) juga diketahui bahwa pelajar adalah yang paling banyak mengalami kekerasan yaitu sebanyak sebanyak 221 orang dan paling tinggi adalah bentuk kekerasan seksual sebanyak 93 orang. “Dalam rangka pencegahan, penanganan dan rehabilitasi korban kekerasan perempuan dan anak, DP3AP2 DIY membangun sinergi pentahelix dengan melibatkan pemerintah, media, pelaku usaha, akademisi dan masyarakat serta melakukan kerja sama dengan berbagai mitra kerja,” jelasnya.

Para pemangku kepentingan yang hadir juga menyampaikan beberapa masukan dan aspirasi. Lisa Oktaviani Konselor Hukum Rifka Annisa Women’s Crisis Center menjelaskan tantangan di lapangan terkait pelaksanaan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), seperti: belum ada persamaan persepsi mengenai periode waktu pada kasus penelantaran ekonomi (tidak memberi nafkah) serta perbedaan pendapat tentang KDRT sebagai delik aduan atau delik biasa.

“Persoalan lain tentang perintah perlindungan sementara bagi korban yang mengalami kekerasan, Rifka Anisa menemukan ada beberapa korban yang memang membutuhkan tempat perlindungan sementara, namun sejauh ini belum ada yang menerapkan agar korban dilindungi, tetap aman tinggal di rumahnya sendiri dan tidak dibawa pindah kemana-mana,” tambahnya.

Sementara pihak Pihak P2TPAKK Rekso Dyah Utami menyinggung masalah layanan bagi ODGJ, penderita HIV/AIDS dan penyandang disabilitas korban kekerasan karena saat ini P2TPAKK belum memiliki standar layanan dan sumber daya manusia yang memadai, disamping kondisi sarana prasarana di P2TPAKK yang belum ramah disabilitas.

Menanggapi berbagai masukan dan saran dari para stakeholders, Hafidh Asrom menegaskan bahwasanya pemberantasan KBG yang terjadi di DIY adalah tanggungjawab semua pihak. Seluruh elemen masyarakat yang ada di Yogyakarta harus bekerja sama dan berkomitmen agar kejadian KBG tidak terus berulang dan bertambah sehingga Jogja dapat lebih baik lagi kedepannya.