Berita DPD di Media

Beranda

ยป

Berita DPD di Media

Komite III DPD RI Nilai Pariwisata DI Yogyakarta Mulai Bangkit

oleh diy

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pandemi COVID–19 sangat berdampak pada dunia pariwisata. Terlebih bagi DI Yogyakarta yang menjadikan pariwisata sebagai sektor utama bagi penopang ekonomi masyarakatnya. Menanggapi fakta itu, Komite III DPD RI melakukan kunjungan kerja ke DI Yogyakarta sekaligus membahas pelaksanaan dan pengawasan UU No. 10 tahun. 2009 tentang Kepariwisataan melalui kegiatan forum group discussion (FGD) di Kanwil DPD RI Regional DIY. Pimpinan DPD RI Komite III, Muhammad Fadil Ramli mengatakan, saat ini tidak bisa dipungkiri bahwa dunia pariwisata sedang anjlok. Pada tahun sebelumnya, pariwisata menjadi satu di antara sumber terbesar yang mampu menyumbang pertumbuhan ekonomi negara. Namun saat ini, diperkirakan jumlah wisatawan manca negara mentok di angka 4.000 wisatawan saja. Dalam menghadapi keterpurukan wisata pada masa pandemi, DIY dinilai cukup baik karena mampu menunjukan kebangkitan meskipun tidak signifikan. Menurut Fadil, ini tetaplah capaian baik, mengingat banyak daerah di Indonesia yang sama sekali belum bisa bangkit. “Di Yogyakarta kami harap bisa belajar dan mencari solusi permasalahan ini bersama-sama. Mudah-mudahan nanti kita menemukan jawaban untuk mengembalikan kebangkitan pariwisata, tentu secara bertahap,” kata Fadil. Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Raharjo, mengutarakan, pandemi memang sangat berdampak pada berbagai sektor, termasuk industri pariwisata. Kendati demikian, di triwulan ketiga ini sektor pariwisata mulai bergeliat. Sedikitnya telah ada 167.000 wisatawan yang datang dan perlahan menumbuhkan ekonomi daerah. "Kebangkitan aktivitas pariwisata itu tidak lepas dari kepercayaan diri pengelola destinasi wisata serta kepercayaan wisatawan terhadap penegakan protokol kesehatan DIY,” ungkap Singgih. Dia menambahkan, untuk membangkitkan pariwisata, ada hal yang selalu diupayakan oleh Pemda DIY. Yakni strategi pemulihan destinasi wisata melalui peningkatan kepercayaan diri pengelola wisata. Misalnya melalui pelaksanaan vaksinasi pelaku wisata. Kemudian, strategi pemulihan pasar yang diikuti dengan monitoring dan evaluasi. Serta memanfaatkan teknologi informasi dan meningkatkan ekonomi kreatif. “Dengan begitu mewujudkan visi tujuan wisata terkemuka di Asia Tenggara tahun 2025 akan tercapai,” jelas Singgih. ( Tribunjogja.com ) Sumber : [https://jogja.tribunnews.com/2021/03/22/komite-iii-dpd-ri-nilai-pariwisata-di-yogyakarta-mulai-bangkit](https://)

Komite I Mengapresiasi Kolaborasi Pelaksanaan UU Desa dan UU Keistimewaan di Desa

oleh diy

Komite I mengapresiasi adanya upaya harmonisasi dan sinkronisasi implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) dan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UU Keistimewaan) yang diterapkan di Desa. Kolaborasi kedua undang-undang ini di Desa diharapkan mampu memperkuat karakteristik, tata kelola pemerintahan, dan pembangunan Desa dalam rangka mewujudkan Desa sejahtera dan mandiri. Hal ini terungkap dalam dalam rangka Kunjungan Kerja (kunker) Komite I ke D.I. Yogyakarta berkaitan dengan pengawasan pelaksanaan UU Desa (22/3). Dalam Kunker yang dilaksanakan di Yogyakarta ini, Komite I diterima langsung oleh Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwana X beserta jajarannya di Kompleks Kepatihan Danurejan. Komite I di pimpin oleh Wakil Ketua Komite I, Djafar Alkatiri yang didampingi oleh Wakil Ketua III, Abdul Khalik, dan dihadiri oleh sejumlah Anggota Komite I, GKR Hemas (DIY), Husain Alting Syah (Maluku Utara), Abdurahman Abubakar Bahmid (Gorontalo), dan Jialyka Maharani (Sumsel), Hudarni Rani (Bangka Belitung), Ahmad Kenedy (Bengkulu), Ahmad Bastian (Lampung), Amang Syafrudin (Jawan Barat), Lily Amelia Salurapa (Sulsel), dan Abdul Rachman Thaha (Sulteng). Sedangkan dari D.I. Yogyakarta dihadiri oleh jajaran Sekda Pemda DIY, Pemda Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi/Kab/Kota, Forkompimda, dan Organisasi Perangkat Daerah di lingkungan D.I. Yogyakarta. Senator Djafar sebagai pimpinan rombongan menjelaskan bahwa implementasi UU Desa memerlukan pengawasan dan pengawalan yang cermat dan komprehensif agar ruh dari UU Desa dapat diimplementasikan sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU tersebut. Sejak diundangkan, berbagai persoalan bermunculan sebagai bagian dari dinamika dan perkembangan yang terjadi di lapangan, termasuk persoalan penyaluran dana desa yang bersumber dari APBN. Selain itu, Sumber Daya Manusia di Desa yang masih terbatas, belum optimalnya pelatihan dan bimbingan teknis, keberadaan pendamping desa belum optimal, dan belum semua desa mempunyai tata kelola pemerintahan yang baik. Hal ini berdampak tidak hanya pada kemampuan desa dalam mengelola wilayahnya sendiri, tetapi juga mempengaruhi desa dalam pengelolaan keuangan dan program-program pembangunan di desa seperti Desa SDGs, Desa Mandiri Pangan, Dewa Wisata, dan sebagainya. Maka dibutuhkan adanya pengayaan informasi dan permasalahan yang selama ini dihadapi daerah dalam melaksanakan Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 tentang Desa tersebut. “Dengan adanya informasi dan masukan yang beragam dari daerah, diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan masukan bagi pemerintah dalam menjalankan UU Desa dengan baik dan benar sesuai dengan ruh dari UU Desa tersebut”, lanjutnya. Sementara Pemda D.I. Yogyakarta yang disampaikan oleh Sekretaris Daerah Pemda DIY menyatakan bahwa D.I. Yogyakarta berfokus dalam melakukan harmoninsasi pelaksanaan UU Desa dan UU Keistimewaan di Desa. Salah satu contohnya adalah menyesuaikan nomenklatur Desa dengan yang ada di UU Desa dengan nomenklatur Desa yang terdapat dalam subtansi UU Keistimewaan, sebutan Desa menjadi Kalurahan sedangkan kelurahan tetap menjadi kelurahan. Menggunakan konsep pembangunan membangun dari pinggiran dan desa sedangkan dari Keistimewaan menggunakan konsep Desa mengepung kota, lanjutnya. Disamping itu, Pemda DIY fokus pada peningkatan kapasitas pamong. Pasal 113 UU Desa, dimana Pemda melaksanakan Pembinaan dan Pengawasan dengan mempersiapkan pedoman tentang dukungan pendanaan dari Pemprov dan Kabupaten/Kota, pedoman perencanaan yang berbasis partisipatoris, supervisi dan pembinaan Badan Perwakilan Desa, penelitian dan pembangunan Desa. Melaksanakan pembinaan kapasitas perangkat Desa dan kepala Desa serta melaksanakan Digitalisasi Desa secara bertahap. Dibidang Tata Pemerintahan dan Tata Laku Desa, Pemda melakukan penanaman nilai-nilai budaya keraton Yogyakarta, nomenklatur desa disesuaikan dengan UU Keistimewaan. Desa dan Keistimewaan difokuskan pada kelembagaan, pertanahan, tata ruang, dan kebudayaan. Untuk kebudayaan, Desa melaksanakan pemiliharaan, Peningkatan peran masyarakat dalm pemeliharaan, pendaftaran potensi desa, dan pengelolaan Desa menjadi Desa budaya. Pemda Sleman menyatakan adan beberapa kendala dalam pengelolaan Dana Desa, antara lain ADD dan Dana Desa tidak bisa leluasa digunakan karena adanya ketentuan mengenai peruntukkan ADD dan Dana Desa tersebut. Dengan adanya dana desa yang besar tersebut tidak bisa leluasa untuk digunakan bagi percepatan pembangunan di Desa. Dan mengusulkan agara kuota Alokasi Dana Desa dapat ditambahkan menjadi lebih baik dan berkeadilan. Dari dialog yang berlangsung hangat dan tetap menggunakan Protokol Kesehatan serta virtual tersebut disimpulkan bahwa upaya harmonisasi pelaksanaan UU Desa dan UU Keistimewaan di Desa perlu mendapatkan perhatian, menghargai bagaimana transformasi Desa yang disesuaikan dengan UU Keistimewaan, dan menghargai upaya tranformasi Desa dengan melakukan Digitalisasi Desa.

Kegiatan Rekomendasi Tindak Lanjut Aspirasi Masyarakat dan Daerah dengan tema “Kebijakan Penanganan Covid-19 di Indonesia dan Dampaknya Bagi Sektor UMKM dan Industri Pariwisata”

oleh diy

Berdasarkan hasil penyerapan aspirasi masyarakat oleh Anggota DPD RI pada masa reses terkait Pandemi Covid-19, Pusat Kajian Daerah dan Anggaran telah menyusun tabulasi asmasda. Dari hasil tabulasi data, Pusat Kajian Daerah dan Anggaran perlu menindaklanjuti dan melakukan pendalaman isi dan isu strategis asmasda. Untuk itu, Kamis (10/12) bertempat di Ruang Serbaguna Gedung DPD RI DIY, Pusat Kajian Daerah dan Anggaran melaksanakan Kegiatan Rekomendasi Tindak Lanjut Aspirasi Masyarakat dan Daerah dengan tema “Kebijakan Penanganan Covid-19 di Indonesia dan Dampaknya Bagi Sektor UMKM dan Industri Pariwisata”. Hadir pada acara tersebut, Kepala Pusat Kajian Daerah dan Anggaran Marthen S. Rundupadang, S.H., M.H., peneliti serta sekretariat Pusat Kajian Daerah dan Anggaran. Dengan dipandu Moderator oleh Harfiyah Widiawati serta tanggapan dan pandangan oleh 3 narasumber yaitu Akhmad Akbar Susamto, S.E., M.Phil, Ph.D (Pakar Ekonomi Center of Reform on Economic), Tazbir Abdullah, S.H., M.Hum (Praktisi Bidang Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif) dan Revrisond Baswir, M.B.A, Ak., CA (Penasihat Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM).

Komite II DPD RI: UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) Perlu Direvisi

oleh diy

Akses online yang amat pesat mengubah iklim dan sistem bisnis saat ini, termasuk bisnis transportasi atau angkutan jalan raya. Hal ini menyebabkan jumlah kendaraan (roda dua dan roda empat) yang digunakan untuk melayani angkutan publik berkembang lebih besar dibanding yang selama ini melayani. Sementara itu, meskipun infrastruktur jalan juga berkembang, tetapi belum mampu menjawab kebutuhan mobilitas masyarakat, meski ada upaya penambahan pelayanan transportasi massal, pembangunan jalan raya, maupun jalan tol. Demikian dikatakan Presidium Masyarakat Transportasi Indonesia, Muslih Zainal Asikin dalam seminar uji sahih dalam rangka penyusunan RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) di kantor sekretariat DPD RI perwakilan DIY, Jalan Kusumanegara Yogyakarta, Senin (8/7/2019). Menurut Muslih, revisi yang perlu dilakukan terhadap UU 22/2019 tentang lalu-lintas dan angkutan jalan yakni mengenai peraturan tentang transportasi massal sebagai basis pelayanan umum, karena menyangkut hajat hidup orang banyak. "Transportasi massal ini menjadi salah satu solusi pemakaian kendaraan pribadi yang berlebihan yang berakibat pada kemacetan hampir di seluruh kota besar/sedang di Indonesia," tutur Zainal. Seminar uji sahih diselenggarakan Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan Masyarakat Transportasi Indonesia DIY. Revisi lainnya, menurut Muslih perlu diakomodir angkutan online, yang sekarang ini digunakan dan melibatkan masyarakat banyak, baik menggunakan roda empat maupun roda dua. Kemudian perlunya diakomodir jasa perusahaan aplikasi sebagai bagian dari layanan pendukung angkutan online dan ditetapkan secara tegas bahwa perusahaan aplikasi adalah bukan perusahaan angkutan. Ketua Komite II DPD RI, Aji M Mirza Wardana mengatakan, tak bisa dipungkiri angkutan online berkembang sangat pesat, tapi belum diatur dalam UU 22/2019. Untuk itu DPD RI menginisiasi melakukan perubahan terhadap UU tersebut. Menurut Mirza ada beberapa hal yang perlu direvisi dalam UU tersebut, salah satunya mengenai pajak bagi angkutan umum. Dengan omset sangat besar yang didapat perusahaan angkutan online, adanya pajak tentu akan memberikan pemasukan bagi daerah atau negara. Selain itu perlu diatur angkutan online khusus pelajar termasuk aspek keselamatannya, dalam hal ini pengawasan terhadap armada dan para driver. "Hal-hal seperti itu perlu diatur dalam UU," katanya. (Dev) Artikel ini telah tayang di [krjogja.co](https://)m dengan judul Angkutan Online Perlu Diatur dalam Undang-undang

GKR Hemas: Kenalkan Pancasila Sejak Dini

oleh diy

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari DIY, GKR Hemas terus menyosialisasikan pentingnya Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika kepada seluruh elemen masyarakat. Kali ini sosialisasi kepada ratusan guru PAUD yang terhimpun dalam Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul di Gedung Sekretariat Daerah DPD RI DIY, Jalan Kusumanegera Yogyakarta, 1 Februari lalu. GKR Hemas mengatakan, pascareformasi, nilai-nilai Pancasila sudah jarang diajarkan di sekolah-sekolah, padahal Pancasila merupakan dasar negara. "Mengajarkan nilai-nilai Pancasila sangat tepat diberikan sejak kecil, sejak usia dini agar menjadi tradisi anak dalam bersikap dan berperilaku," terang GKR Hemas dalam siaran pers yang diterima KRJOGJA.com, Jumat (8/2/2019). Menurut Hemas, pendidikan Pancasila pada anak usia dini tidak terlepas dari peran para pendidik, terutama para guru yang terhimpun dalam Himpaudi. Ibu-ibu guru PAUD secara langsung maupun tidak, merupakan ujung tombak pendidikan nilai-nilai Pancasila bagi generasi penerus bangsa ini. "Mungkin sudah banyak dari para ibu guru yang paham tentang Pancasila, tapi mungkin juga banyak yang belum tahu bagaimana mengajarkan nilai-nilai Pancasila pada anak usia dini," ujar GKR Hemas. Kepala Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM Dr Heri Santoso mengatakan, peran guru PAUD dalam mendidik, mengajarkan serta membudayakan Pancasila kepada anak usia dini sangat strategis. Menurut Heri, di era globalisasi, bangsa Indonesia menghadapi tantangan besar, seperti isu proxy war, isu radikalisme, terorisme serta tahun politik. "Pancasila itu dididikkan jangan diajarkan. Guru mengajarkan agama dan budaya dengan benar kepada anak didik, itu sudah termasuk pengamalan Pancasila," katanya. (Dev) Artikel ini telah tayang sebelumnya di www.krjogja.com dengan judul GKR Hemas: Kenalkan Pancasila Sejak Dini

Konferensi Pers GKR Hemas terkait Keputusan BK DPD RI Berhentikan Sementara dirinya

oleh diy

* Yogyakarta, Sikaryo.info-Senator asal D.I. Yogyakarta, GKR Hemas menolak Keputusan BK DPD RI yang memberikan sanksi berupa pemberhentian sementara dirinya sebagai senator terkait ketidakhadirannya dalam Sidang Paripurna DPD RI. "Jelas, saya menolak keputusan pemberhentian sementara," ujar GKR Hemas dalam jumpa pers yang dihadiri oleh para wartawan di kantor DPD RI DIY, Jumat (21/12/2018). Berikut naskah lengkap Konferensi Pers yang disampaikan senator asal Yogyakarta GKR Hemas: Siaran Pers GKR HEMAS Perihal Pemberhentian Sementara Oleh BK DPD RI Mencermati keputusan BK DPD RI yang telah memberhentikan sementara saya sejak dibacakan pada tgl 20 Desember 2018 di Jakarta maka ada beberapa catatan yang harus saya sampaikan. PERTAMA : Ketidakhadiran saya dalam sidang dan rapat rapat di DPD RI belakangan ini bukan tanpa alasan. Sejak Oesman Sapta Odang (OSO) dkk mengambil alih kepemimpinan DPD RI secara ilegal saya dan beberapa teman tidak mengakui kepemimpinannya, maka kalau saya hadir dalam sidang yang dipimpin OSO dkk berarti secara langsung mengakui kepemimpinannya. Berdasarkan putusan MA di tingkat kasasi, MA tidak pernah menyatakan benar dan sah pengambilalihan tersebut. Dalam hal ini yang saya tolak bukan orangnya tetapi caranya yang menabrak hukum. Hukum harus tegak di negeri ini dan tidak boleh ada warga yang kebal hukum apalagi berada di atas hukum. Kalau saya menutup mata akan hal ini, terus buat apa saya jadi anggota DPD RI. Bahwa DPD adalah lembaga politik, maka harus diakui keputusannya pasti politik. Saya menolak kompromi politik, di atas DPD, negara adalah negara hukum, maka saya memilih kanalisasi hukum demi tegaknya marwah DPD, bukan kepentingan pribadi semata. KEDUA : Keputusan BK memberhentikan sementara tanpa dasar hukum bahkan mengesampingkan ketentuan Pasal 313 UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3 yang isinya sbb: (1) Anggota DPD RI diberhentikan sementara karena: a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 ( lima) tahun; atau b. menjadi terdakwa dalam tindak pidana khusus. Sanksi yang dijatuhkan BK juga telah mengesampingkan Tata Tertib DPD RI, anggota diberhentikan sementara kalau yang bersangkutan melanggar pidana dan menjadi terdakwa. KETIGA : Logika point kedua di atas dianut oleh BK yang juga tidak dapat memroses laporan Sdr Afnan Hadikusumo terhadap Sdr. Benny Ramdhani karena tengah diproses di Kepolisian KEEMPAT : BK diskriminatif karena tidak memproses laporan dua mantan anggota DPD RI Muspani dan Bambang Soeroso terhadap Sdr. Nono Sampono bulan Oktober lalu ke BK terkait keputusan sikap politik DPD RI yang ingin meninjau ulang keputusan Mahkamah Konstitusi yang melarang pengurus parpol utk maju DPD RI. Surat yang dibuat Nono Sampono dengan Kop Surat DPD RI itu diputuskan tidak melalui mekanisme dan prosedur yang diatur dan diputuskan dalam sidang paripurna DPD RI sebagaimana diatur di Tatib. Laporan keduanya dianggap sepi. Semoga semua pihak dapat memahami apa yang saya perjuangkan selama ini Hukum harus ditegakkan di negeri ini. Dari Yogya untuk Indonesia Yogyakarta, 21 Desember 2018 Gusti Kanjeng Ratu HEMAS Dalam kesempatan tersebut juga hadir elemen masyarakat Jogja yang menamakan diri Eksponen Kawulo Jogja Istimewa yang membacakan pernyataan sikap menolak keputusan pemberhentian sementara Permaisuri Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat sebagai anggota DPD RI.

DPD RI Sampaikan Prolegnas Prioritas Tahun 2019 di DPR RI

oleh diy

Jakarta- Panitia Perancang Undang-undang (PPUU) DPD RI menyampaikan usulan untuk Prolegnas Prioritas Tahun 2019 kepada DPR RI dan Pemerintah. Ada beberapa catatan atau evaluasi terhadap Prolegnas Prioritas Tahun 2018. Wakil Ketua PPUU DPD RI Nofi Candra mengatakan pihaknya mencatat berbagai permasalahan terkait dengan implementasi Prolegnas Prioritas Tahun 2018. “Terutama yang berimplikasi dengan permasalahan di daerah dan permasalahan pelaksanaan pembentukan undang-undang pada umumnya,” ucapnya di Gedung DPR RI, Jakarta, (23/10). Dari segi kualitas, sambungnya, persoalan terhadap pelaksanaan UU masih dirasakan. Lantaran, terdapat UU yang baru saja disahkan sudah diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk dilakukan judicial review dalam hal ini yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. “Sedangkan dari sisi kuantitas realisasi pembentukan undang-undang berbanding terbalik dan minim dengan perencanaan legislasi yang diharapkan,” tegas senator asal Sumatera Barat itu. Nofi menambahkan dari 50 Rancangan Undang-undang (RUU) yang telah ditetapkan, ditambah dengan 5 RUU dari Daftar Kumulatif Terbuka sebagai Prolegnas Prioritas RUU Tahun 2018. Sampai dengan pertengahan Oktober 2018 ini, hanya 9 RUU yang sudah disahkan menjadi UU. “Dari sekitar 41 RUU yang belum selesai, 27 RUU masih dalam tahap pembicaraan tingkat I,” papar dia. Dirinya menjelaskan, dari 9 RUU yang sudah ditetapkan menjadi UU tersebut. Tidak ada satu pun RUU yang merupakan usul atau lingkup tugas DPD RI. Oleh karena itu, DPD RI berpandangan bahwa pembangunan legislasi dirasakan masih belum mencerminkan keberpihakan kepada daerah. “Capaian tersebut sangat ironis jika melihat sejumlah 3 RUU dari DPD yang termasuk Prolegnas luncuran RUU Tahun 2017,” kata Nofi. Menyikapi hal tersebut, maka DPD RI sebagai wakil daerah berpandangan bahwa sebagaimana ketentuan UU MD3 pasca putusan Mahkamah Konstitusi, DPD RI seharusnya dilibatkan. “Kami seharusnya dilibatkan dalam semua tahap pembahasan RUU yang sesuai dengan ruang lingkup kewenangan DPD RI,” harap Nofi. (ars/mas/fan) Artikel ini telah tayang di[ dpd.go.id](https://) dengan judul DPD RI Sampaikan Prolegnas Prioritas Tahun 2019 di DPR RI

Alat Kelengkapan DPD RI Sampaikan Laporan Pelaksanaan Di Sidang Paripurna

oleh diy

Jakarta, (18/10) - DPD RI menggelar Sidang Paripurna dengan agenda laporan pelaksanaan tugas Alat Kelengkapan dan pengesahan keputusan DPD RI. Dalam Sidang Paripurna tersebut, masing-masing Alat Kelengkapan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas seperti penyusunan RUU, pengawasan atas undang-undang, ataupun rapat kerja terkait aspirasi dari daerah. Dalam Sidang Paripurna tersebut, Wakil Ketua Komite I, Jacob Esau Komigi, menyampaikan bahwa Komite I menyusun RUU yang berorientasi kepada daerah. Ketiga RUU tersebut adalah RUU Pemerataan Pembangunan Daerah, RUU Daerah Kepulauan, dan RUU Pengelolaan Kawasan Perbatasan. Dimana RUU Daerah Kepulauan telah dilakukan pembahasan secara tripartit dan Jacob menjelaskan bahwa DPR RI menyambut baik atas RUU tersebut. “Komite I telah menyusun yang kami sebut Trisula RUU yang berpihak kepada daerah. Yaitu Pemerataan Pembangunan Daerah, RUU Daerah Kepulauan, dan RUU Pengelolaan Kawasan Perbatasan. Ketiga RUU tersebut bukti nyata keberpihakan DPD RI kepada daerah,” ucap Senator asal Papua Barat ini dalam Sidang Paripurna DPD RI ke-5 Masa Sidang I Tahun Sidang 2018-2019 di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan, Kamis (17/10). Selain itu, Komite I bersama Pimpinan DPD RI telah melakukan rapat kerja dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka membangun sinergi untuk upaya pemberantasan korupsi. Di sisi lain, dalam laporannya Ketua Komite II DPD RI, Aji Mirza melaporkan bahwa Komite II DPD RI telah merampungkan pembahasan dua RUU yakitu RUU Kedaulatan Pangan dan RUU Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik (PPSDG). “Kedua RUU ini akan segera dilakukan harmonisasi, dan kami harapkan kedua RUU ini bisa segera disahkan akhir tahun ini,” ucap Senator asal Kalimantan Timur ini. Selain itu Komite II DPD RI juga telah menyusun pandangan dan pendapat DPD RI terhadap RUU Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan RUU tentang Sumber Daya Air. Sementara itu Ketua Komite III DPD RI, Dedi Iskandar Batubara, melaporkan bahwa Komite III DPD RI telah melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan UU Nomor 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji berkenaan penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 2018. Sedangkan Ketua Komite IV DPD RI, Ajiep Padindang melaporkan pokok-pokok pandangan DPD RI terhadap RUU Perubahan Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), antara lain Komite IV DPD RI memandang perlu adanya masa kadaluarsa atas hasil temuan pemeriksaan yang memerlukan tindak lanjut. Selain itu, hasil pemeriksaan BPK harus bersifat final dan mengikat sehingga perlu dilakukan pemeriksaan ulang oleh aparat penegak hokum. “Terkait keanggotaan, perlunya perubahan dengan menambahkan dua orang dari internal BPK dengan tetap menjaga unsur profesionalitas dan kompetensi untuk menjaga kesinambungan tugas dan wewenang BPK,” ujar Ajiep. Alat kelengkapan lain yang juga melaporkan perkembangan tugasnya adalah Badan Akuntabilitas Publik. Ketua BAP, Abdul Gafar Usman mengatakan BAP DPD RI telah menindaklanjuti sejumlah laporan atau pengaduan masyarakat antara lain terkait permasalahan lahan masyarakat dengan PT. Krakatau Bandar Samudra di Kepuk, Cirebon dan permasalahan penolakan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT. Cemerlang Abadi di Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh. “Kita dapat menyelesaikan 12 pengaduan masyarakat, melalui RDP dan kerja sama yang baik dengan instansi terkait,” ucapnya.***tho/ars Artikel ini telah tayang di [dpd.go.id](https://) dengan judul Alat Kelengkapan DPD RI Sampaikan Laporan Pelaksanaan Di Sidang Paripurna

Sering Gempa, Indonesia Dinilai Perlu UU Kegeologian

oleh diy

JAKARTA -- Anggota DPD RI GKR Hemas mengimbau seluruh masyarakat Indonesia mendoakan para korban gempa di Donggala, Palu dan sekitarnya. Bangsa Indonesia kembali diberikan cobaan. Tepat dua bulan pasca Gempa Lombok, kini pada hari Jumat (28/9) pukul 17.02 WIB telah terjadi Gempa Bumi 7,7 SR berpusat di 26 KM utara Donggala-Sulawesi Tengah yang menimbulkan gelombang tsunami 1,5-2 meter (info BMKG). GKR Hemas menilai sudah saatnya Indonesia memiliki Undang-Undang Kegeologian. Sebab, bencana geologi dalam waktu akhir-akhir ini menjadi semakin sering terjadi. Hal ini menunjukan bahwa unsur-unsur geologi yang dinamis dan mobilis seiring perjalanan waktu, sudah saatnya mencapai momen mengeluarkan energinya dalam kurun waktu periode saat ini. "Bagaimana manajemen data untuk mendukung upaya preventif bencana geologi yang secara kualitas dan kuantitas semakin meningkat. Dengan data dan informasi secara terintegrasi terkait kegeologian, tentunya dapat ditentukan wilayah atau kawasan mana yang aman atau tidak dijadikan perumahan untuk kepentingan preventif, atau paling tidak dapat diminimalkan korban jiwa dan kerugian yang ditimbulkan dari bencana alam," kata dia. Dia berharap pemerintah daerah, pusat, dan pihak-pihak terkait untuk segera mengambil langkah-langkah taktis dan strategis menghadapi segala macam kemungkinan pasca gempa bumi terjadi. GKR Hemas mengimbau masyarakat setempat untuk sementara tidak berada di dalam rumah dan mencari lokasi lebih aman pada permukaan lebih tinggi. "Mengingat saluran komunikasi terputus dan listrik padam, mengharapkan masyarakat agar tetap tenang, waspada, dan mengikuti arahan petugas di lapangan. Petugas BPBD, Basarnas, TNI, Polri, SKPD, Relawan, dan Petugas Kesehatan segera melakukan penanganan darurat untuk menolong korban dan menangani dampak pasca gempa bumi," ucap dia. Anggota DPD dari Yogyakarta ini juga berharap Kemkominfo dan PLN terus melakukan perbaikan dan pemulihan demi kelancaran komunikasi dalam koordinasi pelaporan yang sangat dibutuhkan untuk pengambilan keputusan penanganan cepat. Artikel ini telah tayang di [republika.co.id](https://) dengan judul Sering Gempa, Indonesia Dinilai Perlu UU Kegeologian Gambar: [bmkg.go.id](https://)

Gelar Raker, GKR Hemas Tindak Lanjuti Aspirasi Warga Terdampak Aktivitas Tambang Pasir

oleh diy

Menghimpun aspirasi pada audiensi dengan Paguyuban Masyarakat Kali Progo (PMKP) beberapa waktu lalu, serta kunjungan lapangan ke sejumlah lokasi penambangan pasir di Kali Progo, menurut GKR Hemas, kegiatan pertambangan pasir di DIY tidak lepas dari peliknya permasalahan, diantaranya permasalahan kerusakan lingkungan hidup, transparansi pemberian izin operasional produksi, dan tata Kelola tambang itu sendiri. “Saat kunjungan ke lokasi tambang, keluhan warga itu macam-macam. Di Srandakan Bantul, warga mengadu jembatan gogos dan lahan pertanian di bantaran sungai rusak. Di Jomboran kemarin, saya lihat langsung, banyak lahan penduduk yang mulai runtuh, karena penambangan menggunakan mesin bego”, ungkap Hemas. Menurut Hemas, warga Jomboran melaporkan, bunyi bising mesin tambang sangat mengganggu anak-anak yang belajar daring. Warga juga mengadu penambangan berdampak menurunnya kualitas air sumur warga. Mereka menitipkan 3 botol sampel air untuk diteliti, karena airnya sangat keruh, apakah layak dikonsumsi. Demikian disampaikan GKR Hemas, pada Rapat Kerja dengan Pemda DIY, Pemda Kab. Sleman, dan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak Sabtu (8/1). Melalui pertemuan ini, Hemas berharap para stakeholder memberikan data, informasi, usulan solusi dan rekomendasi terkait aktivitas tambang pasir di Kali Progo. Hadir di Pendopo Kilen Kraton Yogyakarta, Danang Maharsa Wakil Bupati Sleman, mengakui persoalan Jomboran bermula dari surat keberatan warga tentang penolakan penambangan dengan alat berat pada Agustus 2020. Sudah dilakukan beberapa kali pertemuan forum komunikasi warga oleh kecamatan, aparat desa, dengan warga yang setuju dan tidak setuju. “Akhir-akhir ini, persoalan mencuat lagi, karena warga merasa beberapa kondisi di lapangan merugikan mereka, seperti pencemaran air sumur dan menurunnya volume air sumur, beberapa rumah warga terancam karena berada di pinggir tebing sungai, dan kebisingan oleh alat berat,”ujarnya. Menyangkut pemberian izin operasional produksi, Agus Priyono Kepala DPPM DIY menjelaskan, prosedur penerbitan izin sudah sesuai dengan regulasi baik ketentuan yang diatur UU No. 4 Tahun 2009 maupun Perda DIY Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral Logam, Mineral Bukan Logam dan Batuan. Nuri dari Kabid DPPM DIY, menambahkan sosialisasi menjadi point penting dalam penerbitan izin, paling tidak ada 5 kali sosialisasi yang dilaksanakan pelaku usaha, dihadiri oleh warga yang terdampak langsung, disaksikan dan ada tanda tangan dari aparat desa dan kecamatan. Berdasarkan dokumen sosialisasi yang dilampirkan, DPPM akan melakukan sidang klarifikasi. DPPM akan meminta klarifikasi pada dinas/OPD teknis yang memberikan rekomendasi, baik itu dari DPUPESDM, Inspektur Tambang, DLH, BBWSO serta perangkat desa. “Sidang inilah titik krusial, apakah izin akan diterbitkan atau tidak, kita klarifikasi betul-betul, misalnya apakah titik koordinatnya bersinggungan dengan tanah kas desa atau sultan ground, apakah aspek lingkungan sudah terpenuhi, atau dari rekomendai BBWSO, tambang sudah sah dan terjamin dari sisi keselamatan,” jelasnya. Lebih lanjut Kusno Wibowo Wakil Kepala Dinas DPUPESDM DIY, menegaskan sebagai salah satu OPD teknis yang terlibat pengawasan operasional tambang, maka sebaiknya pengawasan dilakukan secara terintegrasi. Bisa didorong kolaborasi pengawasan antar OPD teknis. Terkait kewenangan pengelolaan minerba oleh pemerintah pusat, sebagaimana diatur UU No. 3 Tahun 2020, saat ini ditindaklanjuti dengan PP No. 96 Tahun 2021, untuk kewenangan pengelolaan minerba akan dikembalikan ke pemda, namun masih menunggu terbitnya perpres. Dari hasil raker tersebut, GKR Hemas menyimpulkan beberapa masukan dan usulan terkait penanganan aktivitas tambang pasir di DIY, yaitu: pentingnya pengaturan kewenangan pemda provinsi dalam pengelolaan minerba , maka perlu review UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Prosedur perizinan harus teliti, jangan terjadi manipulasi. Pengawasan pelaksanaan pertambangan dilaksanakan oleh OPD-OPD sesuai dengan kewenangannya. Untuk tata kelola pertambangan, perlu koordinasi intensif antar OPD dan instansi pusat yang memiliki kewenangan atas pelaksanaan pertambangan. Jika terbukti ada pelanggaran, perusahaan juga harus diberi sanksi tegas. Untuk menindaklanjuti gejolak masyarakat akibat aktivitas tambang, Pemda DIY dan Pemda Kab. Sleman perlu melakukan pendekatan dan sosialisasi kepada masyarakat.