Komite I Mengapresiasi Kolaborasi Pelaksanaan UU Desa dan UU Keistimewaan di Desa

oleh diy

Komite I mengapresiasi adanya upaya harmonisasi dan sinkronisasi implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) dan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UU Keistimewaan) yang diterapkan di Desa. Kolaborasi kedua undang-undang ini di Desa diharapkan mampu memperkuat karakteristik, tata kelola pemerintahan, dan pembangunan Desa dalam rangka mewujudkan Desa sejahtera dan mandiri. Hal ini terungkap dalam dalam rangka Kunjungan Kerja (kunker) Komite I ke D.I. Yogyakarta berkaitan dengan pengawasan pelaksanaan UU Desa (22/3).

Dalam Kunker yang dilaksanakan di Yogyakarta ini, Komite I diterima langsung oleh Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwana X beserta jajarannya di Kompleks Kepatihan Danurejan. Komite I di pimpin oleh Wakil Ketua Komite I, Djafar Alkatiri yang didampingi oleh Wakil Ketua III, Abdul Khalik, dan dihadiri oleh sejumlah Anggota Komite I, GKR Hemas (DIY), Husain Alting Syah (Maluku Utara), Abdurahman Abubakar Bahmid (Gorontalo), dan Jialyka Maharani (Sumsel), Hudarni Rani (Bangka Belitung), Ahmad Kenedy (Bengkulu), Ahmad Bastian (Lampung), Amang Syafrudin (Jawan Barat), Lily Amelia Salurapa (Sulsel), dan Abdul Rachman Thaha (Sulteng). Sedangkan dari D.I. Yogyakarta dihadiri oleh jajaran Sekda Pemda DIY, Pemda Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi/Kab/Kota, Forkompimda, dan Organisasi Perangkat Daerah di lingkungan D.I. Yogyakarta.

Senator Djafar sebagai pimpinan rombongan menjelaskan bahwa implementasi UU Desa memerlukan pengawasan dan pengawalan yang cermat dan komprehensif agar ruh dari UU Desa dapat diimplementasikan sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU tersebut. Sejak diundangkan, berbagai persoalan bermunculan sebagai bagian dari dinamika dan perkembangan yang terjadi di lapangan, termasuk persoalan penyaluran dana desa yang bersumber dari APBN. Selain itu, Sumber Daya Manusia di Desa yang masih terbatas, belum optimalnya pelatihan dan bimbingan teknis, keberadaan pendamping desa belum optimal, dan belum semua desa mempunyai tata kelola pemerintahan yang baik. Hal ini berdampak tidak hanya pada kemampuan desa dalam mengelola wilayahnya sendiri, tetapi juga mempengaruhi desa dalam pengelolaan keuangan dan program-program pembangunan di desa seperti Desa SDGs, Desa Mandiri Pangan, Dewa Wisata, dan sebagainya. Maka dibutuhkan adanya pengayaan informasi dan permasalahan yang selama ini dihadapi daerah dalam melaksanakan Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 tentang Desa tersebut.

“Dengan adanya informasi dan masukan yang beragam dari daerah, diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan masukan bagi pemerintah dalam menjalankan UU Desa dengan baik dan benar sesuai dengan ruh dari UU Desa tersebut”, lanjutnya.

Sementara Pemda D.I. Yogyakarta yang disampaikan oleh Sekretaris Daerah Pemda DIY menyatakan bahwa D.I. Yogyakarta berfokus dalam melakukan harmoninsasi pelaksanaan UU Desa dan UU Keistimewaan di Desa. Salah satu contohnya adalah menyesuaikan nomenklatur Desa dengan yang ada di UU Desa dengan nomenklatur Desa yang terdapat dalam subtansi UU Keistimewaan, sebutan Desa menjadi Kalurahan sedangkan kelurahan tetap menjadi kelurahan.

Menggunakan konsep pembangunan membangun dari pinggiran dan desa sedangkan dari Keistimewaan menggunakan konsep Desa mengepung kota, lanjutnya.

Disamping itu, Pemda DIY fokus pada peningkatan kapasitas pamong. Pasal 113 UU Desa, dimana Pemda melaksanakan Pembinaan dan Pengawasan dengan mempersiapkan pedoman tentang dukungan pendanaan dari Pemprov dan Kabupaten/Kota, pedoman perencanaan yang berbasis partisipatoris, supervisi dan pembinaan Badan Perwakilan Desa, penelitian dan pembangunan Desa. Melaksanakan pembinaan kapasitas perangkat Desa dan kepala Desa serta melaksanakan Digitalisasi Desa secara bertahap.

Dibidang Tata Pemerintahan dan Tata Laku Desa, Pemda melakukan penanaman nilai-nilai budaya keraton Yogyakarta, nomenklatur desa disesuaikan dengan UU Keistimewaan. Desa dan Keistimewaan difokuskan pada kelembagaan, pertanahan, tata ruang, dan kebudayaan. Untuk kebudayaan, Desa melaksanakan pemiliharaan, Peningkatan peran masyarakat dalm pemeliharaan, pendaftaran potensi desa, dan pengelolaan Desa menjadi Desa budaya.

Pemda Sleman menyatakan adan beberapa kendala dalam pengelolaan Dana Desa, antara lain ADD dan Dana Desa tidak bisa leluasa digunakan karena adanya ketentuan mengenai peruntukkan ADD dan Dana Desa tersebut. Dengan adanya dana desa yang besar tersebut tidak bisa leluasa untuk digunakan bagi percepatan pembangunan di Desa. Dan mengusulkan agara kuota Alokasi Dana Desa dapat ditambahkan menjadi lebih baik dan berkeadilan.

Dari dialog yang berlangsung hangat dan tetap menggunakan Protokol Kesehatan serta virtual tersebut disimpulkan bahwa upaya harmonisasi pelaksanaan UU Desa dan UU Keistimewaan di Desa perlu mendapatkan perhatian, menghargai bagaimana transformasi Desa yang disesuaikan dengan UU Keistimewaan, dan menghargai upaya tranformasi Desa dengan melakukan Digitalisasi Desa.