Menelisik Efektifitas Pelaksanaan di Daerah, PPUU Melakukan Pemantauan dan Peninjauan UU P3 ke DIY

18 September 2024 oleh diy

Di tengah perkembangan perundang-undangan kita, masalah over-regulasi masih menjadi tantangan besar. Jumlah peraturan yang terlalu banyak dan sering kali tumpang tindih satu sama lain menciptakan situasi yang tidak kondusif bagi pelaksanaan kebijakan dan pembangunan di berbagai daerah, termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta.

DIY sebagai daerah yang memiliki status otonomi khusus juga menghadapi tantangan tidak sepenuhnya bisa mengimplementasikan berbagai peraturan perundangan dalam kondisi ideal. Misalnya konflik dalam pengelolaan lahan pertaniaan, yang mana regulasi pusat mengatur perlindungan lahan produktif berbenturan dengan kebijakan lokal terkait pembangunan kawasan perumahan dan infrastruktur.

Demikian pengantar rapat yang disampaikan oleh Ketua PPUU Dedi Iskandar Batubara pada rapat kerja PPUU dengan Biro Hukum Setda DIY dan Sekretariat DPRD DIY di Kantor DPD RI DIY, Rabu (18/9) dalam rangka Pemantauan dan Peninjauan UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3).

“Agar tidak terjadi ketidakharmonisan yang berdampak negatif pada pelaksanaan kebijakan di lapangan, Pemerintah DIY perlu meningkatkan koordinasi dengan pemerintah pusat, khususnya dalam penyusunan peraturan daerah,” ujar Dedi.

Terkait proses pembentukan peraturan perundang-undangan, Dedi berharap Pemerintah DIY terus memperkuat kapasitas aparatur yang terlibat dalam proses penyusunan regulasi, melakukan evaluasi berkala terhadap perda yang sudah diterbitkan untuk mengidentifikasi perda yang sudah tidak relevan atau bertentangan dengan kebijakan pusat, serta perlu mengadopsi inovasi-inovasi terbaru dalam penyederhanaan peraturan.

Menurut Dedi Iskandar, tujuan utama pembentukan peraturan perundang-undangan adalah menciptakan kepastian hukum. Kepastian hukum ini tidak hanya penting bagi pemerintah, tetapi juga bagi masyarakat dan pelaku usaha, yang pada akhirnya akan mendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif dan mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.

“Untuk itu, DPD RI akan terus memantau pelaksanaan UU P3 di seluruh daerah, termasuk DIY, pertemuan ini merupakan upaya DPD RI untuk menginventarisasi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh pemda dalam menerapkan UU P3,” tegasnya.

Memberikan masukan terkait pemantauan dan peninjauan UU P3, Kepala Biro Hukum Setda DIY Hary Setiawan mengusulkan beberapa materi baru, antara lain: mekanisme pembahasan perpu, UU P3 sudah mengatur tentang UU, Permen, PP, Perda, tetapi pembahasan perpu masih minimalis sekali.

Hary mencontohkan pada kasus Perpu Nomor 2 Tahun 2022 dari aspek formil cacat hukum, perpu tersebut bisa dibatalkan oleh MK. Perpu diajukan oleh pemerintah ke DPR dan harus disahkan oleh DPR 1 kali masa sidang, sedangkan perpu tersebut melebihi 1 kali masa sidang.

“Karena norma perpu hanya dari peraturan DPR soal tata tertib, kalau perpu diatur dalam UU P3, itu akan menjadi ketetapan hukum yang sangat kuat, dan harus dipatuhi oleh DPR,” jelasnya.

Menurut Hary, banyak orang tidak mengetahui Perpu tentang Cipta Kerja ada pelaksanaan yang cacat formil yaitu pemerintah tidak dapat mengajukan perpu karena perpu adalah hal ihwal kegentingan yang memaksa, sedangkan materi muatan dalam Cipta Kerja sudah terencana, masuk dalam prolegnas prioritas dan prolegnas 5 tahunan (tahun 2020-2024).

Hary menambahkan beberapa usulan antara lain: perlunya kriteria RUU yang bersifat carry over, pengaturan mengenai pemantauan dan peninjauan peraturan di bawah UU, serta corruption risk analysis perlu dimasukkan dalam perubahan UU P3 namun perlu didiskusikan lebih dalam karena konsep ini harus ada keterkaitannya dan harus menyempurnakan dengan konsep RIA dan ROCCIPI yang ada di dalam UU 13/2022.